Artikel ini diambil dari situs Bisnis Indonesia
oleh : Lisa Nuryanti pemerhati Etika Dan kepribadian
Seperti biasa, setiap akhir bulan, Ayu merasa senang menerima gaji. Dia merasa jerih payahnya dalam bekerja ada hasilnya. Sudah terbayang apa yang akan dilakukannya dengan gajinya tersebut. Beli beras, bayar listrik, bayar telepon, belanja sehari-hari, dan lain-lain.
Tapi setelah uang gajinya dipisah-pisahkan dalam beberapa amplop untuk setiap kebutuhan, sisanya tidak banyak lagi. Kalau melihat sisa gajinya, perasaan senangnya berkurang.
Uang itu tidak cukup untuk membeli sepatu baru. Sepatunya memang sudah harus diganti. Sudah tidak layak pakai. Kemana pun dia pergi, Ayu selalu membawa lem untuk merekatkan sol sepatunya kalau-kalau lepas. Sudah dua kali dia mengalami lepas hak sepatu ketika sedang berjalan menuju kantornya. Kejadian pertama membuatnya pusing. Untung tak jauh dari tempat kejadian Ayu menemukan penjual lem. Sejak saat itu, dia selalu membawa lem dalam tasnya.
Padahal, kalau dihitung, sudah tiga tahun Ayu bekerja. Tapi hasilnya belum terasa. Gajinya habis melulu. Setiap akhir bulan, dia berharap-harap cemas agar uang gaji diberikan tepat waktu. Terlambat sehari saja, bisa runyam deh. Dia pernah hanya makan tahu goreng untuk makan siang di kantor karena gaji baru dibagikan keesokan harinya, sedangkan uangnya pas-pasan untuk biaya pulang.
Kemarin ada kejadian yang mengubah hidupnya. Reni teman sekantornya sedang dilanda musibah. Suaminya menderita penyakit usus buntu dan harus dioperasi. Pulang dari dokter sudah hari Sabtu malam. Segera Reni membawa suaminya ke rumah sakit. Reni tidak punya kartu kredit. Kartu ATM-nya juga baru saja hilang. Reni bingung karena keesokan harinya hari Minggu sedangkan besok dia harus membayar uang muka untuk rumah sakit. Senin dia baru akan pinjam uang ke kantor.
Di rumah, Reni mengeluh karena dia tidak tahu bagaimana mendapat uang muka untuk rumah sakit. Pembantunya mendengar hal itu dan bertanya berapa yang dibutuhkan Reni. Reni mengatakan perlu dua juta rupiah. Tanpa disangka, pembantunya mengatakan:"Ibu pakai uang saya aja". Reni terkejut. "Kamu punya uang dua juta?", tanya Reni. "Ada Bu. Saya ambilkan sebentar", dan pembantunya mengambil dari dompetnya sejumlah dua juta lalu memberikannya kepada Reni. Reni sampai menangis karena terharu. Uang itu adalah uang tabung-an pembantunya.
Di kantor, Reni menceritakan kejadian itu pada Ayu. Ayu juga heran. Pembantu Reni punya tabungan sebesar lebih dari dua juta rupiah? Ayu malu, kalau dibandingkan dengan dirinya sendiri, sungguh jauh bedanya. Berapa gaji seorang pembantu rumah tangga? Gaji Ayu pasti lebih besar. Tapi berapa jumlah uang tabungan Ayu? Paling-paling dua ratus ribu. Itupun akan dipakainya sebagian untuk beli sepatu. Tapi, pembantu Reni bisa menabung dua juta rupiah? Benar-benar ajaib.
Ayu penasaran. Dia bertanya kepada Reni bagaimana cara pembantunya menabung sehingga berhasil memiliki tabungan sebanyak itu. Reni juga penasaran, ingin tahu bagaimana caranya. Reni pun bertanya kepada pembantunya mengenai kiat menabung.
Ternyata, cara pembantu Reni menabung sangat sederhana. Berapapun gaji yang diperolehnya, sepuluh persen selalu ditabung. Dia punya dompet khusus untuk menabung. Sekali uang sudah masuk ke dompet itu, maka pembantu Reni menganggap uang itu sudah hilang. Jadi betapapun dia tidak punya uang, sekalipun gajinya sudah habis, dia tidak pernah mengambil uang tabungannya. Karena baginya, uang itu sudah tidak ada. Sudah bukan miliknya lagi.
Reni bertanya, bagaimana kalau sisanya memang tidak cukup untuk segala keperluannya. Dengan sederhana, pembantunya menjawab, "Cukup atau tidak, pokoknya sepuluh persen saya tabung. Saya anggap hilang." "Kamu tidak tergoda untuk memakai uang itu?", tanya Reni. "Kadang-kadang memang ingin pakai, tapi saya anggap bukan uang saya lagi kok."
Ayu tergerak hatinya. Kejadian itu menimbulkan inspirasi baru. Ayu juga ingin meniru cara menabung sederhana yang diterapkan pembantu Reni. Dua bulan lalu Ayu menyisihkan sepuluh persen dari gajinya untuk ditabung. kemudian dia akan melupakannya. Dia akan menganggapnya hilang. Tapi ternyata di akhir bulan, uangnya habis. Untuk naik bis ke kantor saja tidak ada lagi. Akhirnya terpaksa uang tabungannya diambil lagi.
Ternyata sulit ya menabung. Ayu mencoba lagi, bulan lalu dia kembali menyisihkan bukan sepuluh persen, tapi lima persen saja.
Selain itu dia merubah gaya hidupnya. Biasanya setiap pagi Ayu sarapan di dekat kantornya. Tapi sejak bulan lalu, dia makan di rumah atau membawa makanan dari rumah. Ayu sempatkan membuat nasi goreng. Kadang dibawanya ke kantor. Malah ada beberapa temannya yang ingin pesan nasi goreng buatannya. Ayu tidak keberatan, lumayan untuk tambah biaya transport.
Ternyata berhasil. Uang tabungannya tidak terganggu. Ayu berniat terus menabung lima persen dari gajinya tiap bulan. Yang penting niat. You can if you think you can!
Parvidia Pakaya
0 komentar
Posting Komentar